“Kami mengucapkan terima kasih atas inisiasi kerjasama Indosat. Mudah-mudahan teknologi sensor itu membantu meningkatkan kualitas tambak dan edukasi masyarakat tidak merusak lingkungan jika ingin berusaha tambak,” kata Wakil Rektor I USK Banda Aceh Prof Agussabti di Banda Aceh, Senin.
Dirinya menyampaikan, bahwa sebagian masyarakat Aceh merupakan petambak tradisional, lalu pengetahuan dan infrastruktur di Aceh juga masih terbatas, sehingga mereka menebang mangrove jika mau menambak udang.
Akibatnya, kegiatan pertambakan udang tradisional itu memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hingga pertumbuhan perekonomian tambak. Kemudian, kualitas air juga memburuk karena hilangnya mangrove.
Maka dari itu, lanjut dia, dibutuhkan solusi dalam rangka meminimalisir hal tersebut, dan masuknya teknologi kecerdasan buatan melalui sensor yang diprakarsai Indosat ini merupakan salah satu langkah monitoring mangrove secara real-time.
“Teknologi melalui sensor merupakan solusi memonitoring kualitas air secara real-time, dan ini juga dapat memantau pertumbuhan mangrove. Mudah-mudahan dengan teknologi itu bisa memperbaiki tambak di Aceh,” ujar Prof Agussabti.
Sementara itu, Director and Chief Business Officer IOH, M Danny Buldansyah, program tersebut merupakan salah satu wujud dukungan terhadap konservasi mangrove di wilayah pesisir untuk mengantisipasi dampak abrasi berdasarkan pengalaman bencana tsunami Aceh 2004 silam.
“Program digitalisasi konservasi mangrove menjadi wujud tanggung jawab sosial Indosat di bawah pilar lingkungan melalui edukasi tentang pentingnya keberadaan mangrove dalam keberlanjutan ekosistem lingkungan,” kata M Danny.
Dirinya menjelaskan, program kolaborasi dengan USK ini juga mendorong penelitian guna memperkuat peran teknologi dalam pelestarian lingkungan. Langkah ini sejalan dengan transformasi Indosat dari perusahaan telekomunikasi (TelCo) ke perusahaan teknologi (TechCo).
Melalui program ini, nantinya dapat memonitoring perkembangan mangrove dengan teknologi sensor, melihat kualitas tanah bunga air, sehingga dapat diketahui kualitasnya.
“Jika nantinya hasil monitoring dilihat air serta tanaman mangrove nya tidak sehat, maka dapat segera diintervensi supaya pertumbuhan lebih baik,” ujarnya.
Dirinya menuturkan, konservasi mangrove merupakan kebutuhan global di banyak komunitas pesisir. Kerjasama Indosat dengan USK di Aceh merupakan langkah nyata mengatasi isu perubahan iklim lewat pemanfaatan teknologi digital.
Solusi Internet of Things (IoT), yang diperkenalkan Indosat kepada peneliti dari USK akan diterapkan di lokasi penanaman mangrove di wilayah Lampulo serta lokasi tambak di wilayah Lamno, Aceh.
“Kerjasama ini diharapkan dapat mendukung penelitian untuk menjaga ekosistem mangrove dalam jangka panjang,” katanya.
Dalam kesempatan ini, Indosat juga melakukan penanaman mangrove sekitar 15.000 bibit secara bertahap di Aceh, di mana 2.800 mangrove berasal dari donasi karyawan Indosat melalui program Employee Carbon Offset (ECO).
Indosat mentargetkan, program digitalisasi konservasi mangrove ini dilanjutkan di Jawa Tengah, Makassar, dan Nusa Tenggara Barat, juga berkolaborasi dengan universitas yang menjadi salah satu fokus utama sebagai pusat riset dan inovasi penting.
“Tidak hanya memperkuat peran teknologi, tetapi juga memastikan bahwa solusi yang dikembangkan didukung oleh pengetahuan ilmiah dan pemahaman mendalam tentang lingkungan setempat,” demikian M Danny.
Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2024