Survei Indikator Politik: 71,8 Persen Warga Percaya MK akan Keluarkan Putusan yang Adil
Hasil putusan terkait sengketa pemilihan presiden 2024 akan dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi pada Senin (22/4) pagi. Masyarakat, yang telah menanti hasil putusan, yakin bahwa para hakim dapat menelurkan putusan yang adil dalam menanggapi gugatan yang diajukan tim pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Dalam survei yang dilakukan oleh lembaga Indikator Politik Indonesia, peneliti utama lembaga tersbeut, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan basis pemilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang percaya bahwa MK akan mengeluarkan putusan yang adil terkait perselisihan hasil pemilihan presiden 2024 mencapai 77,2 persen. Sementara itu, basis pendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang percaya MK dapat mengeluarkan putusan yang adil mencapai 70,8 persen. Untuk kategori yang sama, hanya sekitar 47,7 persen dari basis pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang percaya bahwa MK akan membuat putusan yang adil dalam sengketa pilpres 2024.
“Untuk pendukung Mas Anies, sami mawon (sama saja-red), jadi mau KPU (Komisi Pemilihan Umum-Red), mau MK mereka tingkat kepercayaannya rendah, mungkin kalau ternyata petitumnya yang diajukan oleh Mas Anies atau Mas Ganjar disetujui baru kemudian percaya, tapi per hari ini tingkat kepercayaan pendukung Mas Anies masih sangat rendah terhadap kemampuan MK mengeluarkan putusan yang adil,” papar Burhanuddin dalam rilis temuan nasional persepsi publik atas penegakan hukum, sengketa di MK, dan isu-isu terkini pasca Pilpres, Minggu (21/4).
Survei itu dilaksanakan pada 4-5 April 2024 melibatkan 1.201 responden yang diwawancara melalui telepon. Responden dipilih melalui metode pembangkitan nomor telepon secara acak atau Random Digit Dialing (RDD). Margin of error survei diperkirakan plus minus 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Burhanuddin mengungkapkan dari survei tersebut, sikap publik terhadap beberapa tuntutan yang dimohonkan, yakni pembatalan penetapan pasangan Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pemilu 2024 mayoritas tidak disetujui publik (63,4 persen), begitu juga terkait tuntutan agar dilakukan pemungutan suara ulang tanpa pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming mayoritas publik tidak setuju (68,6 persen).
“Yang tidak setuju kebanyakan dari basis Pak Prabowo, yang setuju terhadap permintaan itu dari basis Mas Anies dan Mas Ganjar,” kata Burhanuddin.
Cerminan Harapan Masyarakat
Ketua Senat Akademik Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, menilai hasil survei Indikator Politik tersebut menunjukkan secara terang benderang harapan masyarakat terhadap putusan MK. Keputusan MK terkait hasil Pilpres 2024 menurutnya penting untuk mengakomodasi keadilan, unsur kepastian dan kemanfaatan.
“Yang ini disajikan oleh [pasangan nomor urut] 01 dan 03, penyajian narasi-narasi yang dikemukakan adalah kaitanya misalnya dengan soal bansos (bantuan sosial-red), soal nepotisme dan sebagainya, tidak fokus bagaimana soal hasil yang mestinya saya dapat sekian, mestinya saudara dapat sekian, mestinya kan fokusnya di situ, tapi kalau terjebak di situ akan terpengaruh sekedar hitung hasil tadi,” kata Suparji dalam kegiatan yang sama.
Suparji berpendapat perlu ada inovasi bagaimana MK mengakomodasi aspek formalitas dan aspek material yang artinya tidak saja bicara tentang angka, tapi bicara tentang juga bagaimana hal-hal yang berpengaruh terhadap hasil pilpres.
Menanggapi hasil survei tersebut, Tenaga Ahli Jaksa Agung RI, Barita Simanjuntak mengatakan survei itu memberikan pemetaan akurat terkait harapan dan dinamika yang terjadi di masyarakat terhadap sengketa pilpres di MK.
“Jadi kita kalau secara ilmiah mau membaca dan melihat apa yang sebenarnya yang ada di masyarakat kita, hasil survei yang dirilis ini sebenarnya lebih meyakinkan kita untuk sampai pada satu kesimpulan bagaimana harapan kita untuk menyelesaikan masalah-masalah ini, termasuk juga sebagai masukan bagi sidang yang akan di putus besok hari,” kata Barita Simanjuntak.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, berpendapat bahwa diperlukan penyempurnaan terhadap undang-undang tentang Pemilu untuk mengantisipasi pelanggaran pemilu yang semakin canggih menggunakan teknologi informasi (IT).
“Karena ke depan pelanggaran pemilu, kejahatan pemilu tampaknya tidak hanya sekedar pada janji, pada catatan, tapi adalah bagaimana bentuk IT yang bisa digunakan,” kata Hibnu. [yl/rs]