Pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa pejabat negara boleh memihak dan ikut berkampanye dalam pemilu memicu kontroversi. Tak hanya organisasi-organisasi masyarakat madani yang angkat bicara, tetapi juga dua kubu capres/cawapres yang menilai pernyataan itu semakin menunjukkan secara terang-terangan konflik kepentingan untuk memenangkan salah satu calon yang sedang bertarung.
“Ya nggak apa-apa kalau presiden mengatakan begitu, silakan aja. Nggak mau ikut atau nggak, itu kan terserah. Nggak memperkeruh lah, kalau saya nggak ngaruh tuh. Malah sejuk ini di sini,” kata Mahfud MD, calon wakil presiden nomor urut tiga.
Mahfud tidak dapat menyembunyikan kejengkelannya ketika dimintai pandangan oleh wartawan atas pernyataan Jokowi tersebut. Mahfud baru saja memberikan materi Halaqah dan Dialog Kebangsaan di hadapan ratusan santri, nyai, pimpinan pondok pesantren hingga kiai kampung di Pondok Pesantren An Nur Ngrukem, Krapyak, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Rabu (24/1).
Tokoh yang disebut-sebut sebagai “kader terbaik Gus Dur” itu tidak menjawab ketika dikejar wartawan dengan pertanyaan lanjutan soal etika politik pejabat negara.
Langkah Buruk Bagi Demokrasi Indonesia
Kegusaran yang kurang lebih sama disampaikan juru bicara Tim Nasional Pemenangan (TPN) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Angga Putra Fidrian. Berbicara kepada VOA pada Rabu (24/1) malam sesaat sebelum terbang ke Ternate, Angga mengatakan “pernyataan Presiden merupakan langkah buruk terhadap demokrasi Indonesia.”
Ia khawatir pernyataan ini dinilai sebagai “komando” bagi masyarakat untuk memilih pasangan calon presiden-calon wakil presiden tertentu. “Apalagi aparat penegak hukum yang seharusnya bersikap netral,” tambahnya.
Angga menceritakan bagaimana “tanpa keterlibatan presiden pun,” setiap upaya melakukan kegiatan seringkali dihalang-halangi. Izin yang sudah diberikan kerap dicabut, bantuan warga atau pengusaha lokal pada tim pemenangan di daerah diganggu.
Jokowi: “Presiden Boleh Memihak…”
Berbicara saat memberikan keterangan selepas penyerahan pesawat C-130J-30 Super Hercules A-1344 oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu pagi, Jokowi secara tak terduga mengatakan seorang presiden boleh memihak dan ikut berkampanye dalam pemilu.
“Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja… Yang penting presiden itu boleh lho kampanye. Presiden itu boleh lho memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Jadi boleh presiden kampanye,” ujarnya.
Perludem: Pernyataan Presiden “Sangat Dangkal”
Beberapa organisasi masyarakat madani mengecam keras pernyataan presiden. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak Presiden menarik pernyataan yang dinilai “sangat dangkal dan berpotensi menjadi pembenaran bagi presiden, menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakannya pada Pemilu 2024.”
“Apalagi Presiden Jokowi jelas punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024, sebab anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka adalah Calon Wakil Presiden Nomor Urut 2, yang mendampingi Prabowo Subianto,” kata Direktur Perludem Khoirunnisa Agustyati seraya menambahkan “netralitas aparatur negara adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, fair, dan demokratis.”
Dipicu Mandeknya Elektabilitas Prabowo-Gibran
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai mandeknya elektabilitas pasangan calon (paslon) Nomor Urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Ray kembali merujuk pada pernyataannya pada awal tahun ini.
“Sudah saya sampaikan, bahwa bila sampai tanggal 20 Januari tanda-tanda elektabilitas Paslon 2 tetap mandek, maka tak menutup kemungkinan Presiden Jokowi akan secara terang-terangan mendeklarasikan dukungan kepada salah satu Paslon,” ujar Ray.
Upaya ketua partai, tim sukses, bahkan Prabowo-Gibran sendiri sulit mendongkrak elektabilitas keduanya. Gimmick Gemoy pun makin sulit menjadi ikon elektablitas, ujarnya. “Satu-satunya yang bisa mengangkat elektabilitas Paslon 2 hanyalah Pak Jokowi, sebagai bapak dari Gibran, yang menjadi Cawapres Nomor Urut 2,” karena tingkat kepuasan masyarakat pada pemerintahan Jokowi yang masih relatif tinggi diyakini dapat meningkatkan elektabilitas pasangan ini.
Pernyataan Jokowi di Halim itu menurutnya “lebih baik daripada pura-pura netral,” dan menunjukkan “keterlibatan dalam pemenangan paslon 2.”
Buka Ruang Penyalahgunaan Fasilitas Negara
Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pernyataan presiden akan semakin membuka ruang penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik pemenangan kandidat tertentu dalam Pemilu 2024.
“Penting bagi semua pihak, terutama dalam hal ini adalah Presiden, untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024 berjalan demokratis dan mengedepankan prinsip jujur, adil dan bebas,” demikian petikan pernyataan yang diterima VOA. [ys/em]