SMRC: Tingkat Elektabilitas Cawapres Belum Mampu Dongkrak Dukungan bagi Capres
Pendiri SMRC Saiful Mujani mengatakan berdasarkan survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2 hingga 8 Oktober 2023, tingkat elektabilitas Gibran Rakabuming Raka, Mahfud MD dan Muhaimin Iskandar belum bisa membantu meningkatkan suara dukungan bagi Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Ia berasumsi, fakta ini mencuat karena tingkat kedikenalan (awareness) dari masing-masing calon wakil presiden yang masih berada jauh di bawah calon presidennya.
“Prabowo itu sudah 95-96, hampir 100 persen. Jadi sudah sangat tinggi kedikenalan-nya. Kedua Ganjar Pranowo sudah 80-an persen. Demikian juga Anies angkanya itu sudah di atas 80, 85 persen bahkan kira-kira begitu,” kata Saiful Mujani dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV, Kamis (2/11).
“Nah, sementara calon wakilnya ini, calon wakil mereka masing-masing, sejauh ini itu masih jauh untuk menyentuh angka-angka mereka,” lanjutnya.
Pada survei LSI tersebut, awareness publik pada Gibran sekitar 71 persen, Mahfud 62 persen, dan Muhaimin 50 persen.
Kedikenalan tiga bacawapres memang mengalami kenaikan dalam tiga bulan terakhir. Gibran naik dari 61 ke 71 persen, Mahfud naik dari 53 ke 62 persen, dan Muhaimin naik dari 37 ke 50 persen. Namun, kenaikan ini belum menyentuh angka popularitas yang dimiliki para calon presiden. Menurut Saiful, syarat tingkat kedikenalan minimal untuk calon wakil presiden agar bisa kompetitif sedikitnya harus 90 persen.
Saiful menyebut, selain tingkat kedikenalan, tingkat kedisukaan juga penting diperhitungkan. Kalau hanya dikenal tapi tidak disukai, katanya, itu akan menawarkan masalah.
Berdasarkan survei LSI pada awal Oktober tersebut, tingkat kedisukaan pada Gibran sebesar 77 persen, sementara Mahfud, dan Muhaimin masing—masing 83 dan 65 persen.
“Dilihat dari sisi ini, secara kualitas, Mahfud merupakan pasangan yang cukup ideal. Karena dia punya nilai tambah, nilai lebih dibanding wakil yang lain dan bahkan dibanding dengan calon presidennya sendiri. Cuma masalahnya Mahfud itu awarenessnya belum tinggi,” papar Saiful.
Data survei juga menunjukkan bahwa Mahfud MD meraih tingkat kedisukaan yang tinggi pada kelompok generasi Z, yaitu sebesar 83 persen, disusul Gibran 79 persen dan Muhaimin 61 persen. Sementara itu, pada generasi millenial, Mahfud memiliki tingkat kedisukaan sebesar 82 persen, Gibran 76 persen dan Muhaimin 66 persen. Hal ini, menurut Saiful, menunjukkan tidak ada subyektivitas generasi untuk menyukai calon wakil presiden berdasarkan usia.
Meraih Simpati Generasi Millinial dan Generasi Z
Dalam kesempatan berbeda, praktisi politik, Priyo Budi Santoso mengatakan sangat penting untuk menjaring dukungan dari 46,8 juta (22,8 persen) pemilih generasi Z dan 66,8 juta (33,6 persen) pemilih milenial dalam Pemilu 2024. Tantangannya, menurut Priyo, generasi Z dan generasi milenial adalah kelompok usia yang berpikiran terbuka sehingga tidak mudah terpengaruh dengan indoktrinisasi dan ideologisasi jargon-jargon politik.
“Jadi kemudian kalau dibicarakan tentang sekarang orang-orang para pemimpin partai politik dan tokoh-tokoh nasional yang sekarang memimpin partai cenderung untuk melakukan de-ideologisasi, termasuk indoktrinasi yang hebat untuk membangun solidaritas terhadap partai. Ini sudah tentu bertabrakan dengan pola pikir, perspektif, pandangan, dan alam pikiran apa yang sebut dengan generasi Z tadi maupun generasi millenial sebelumnya,” kata Priyo dalam Webinar Pilpres 2024 di kanal YouTube ICMI TV, Jumat (20/10).
Dalam webinar yang sama, Ketua Koordinasi Politik Majelis Pimpinan Pusat (MPP) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Profesor Lili Romli mengatakan program-program yang ditawarkan menjadi faktor penting bagi generasi Z dan millenial dalam memilih calon presiden dan wakil presiden. Merujuk hasil survei yang dilakukan Centre Strategic and International Studies (CSIS) dan dirilis pada 26 September 2022, kata Lili, 63,8 persen generasi Z dan milenial mendukung sistem demokrasi dan menginginkan pemimpin yang jujur dan tidak korupsi (34,8 persen), serta merakyat dan sederhana (15,9 persen).
“Isu-isu strategis yang harus diperhatikan pemimpin adalah kesejahteraan masyarakat dan lapangan pekerjaan. Ini sebenarnya yang diinginkan generasi muda, generasi milenial dan generasi Z ini. Ini yang harus dipotret atau digaungkan jadikan program bagi capres dan cawapres,” kata Lili Romli.
Setidaknya ada lima isu strategis yang menjadi perhatian serius kelompok pemilih muda ke depan, yaitu tingginya harga sembako, terbatasnya lapangan pekerjaan, tingginya angka kemiskinan, pelayanan dan biaya kesehatan yang mahal, juga pelayanan dan kualitas pendidikan yang buruk. [yl/ab]