Dewan Pers tuntut pembebasan wartawan Prancis di Papua – BBC News Indonesia
Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis Independen menuntut pembebasan dua wartawan Prancis yang ditangkap dan terancam diadili di Papua karena dianggap melanggar peraturan keimigrasian.
Kedua lembaga itu menuntut agar Thomas Dandois, 40, dan Valentine Bourrat, 29, dideportasi atau dikembalikan ke negara asal mereka.
“Apakah tidak lebih baik menyederhanakan penyelesaiannya dengan mengirim kembali ke tanah airnya,” kata Ketua Dewan Pers Bagir Manan dalam jumpa pers, Jumat (05/09) siang, yang dihadiri wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan.
Jumpa pers ini juga dihadiri tim kuasa hukum kedua wartawan itu dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Lebih lanjut Bagir Manan mengatakan, upaya deportasi akan menyelesaikan persoalan ini dengan segera karena hukuman pidana dalam aturan keimigrasian dapat dikesampingkan.
“Dengan deportasi, persoalannya selesai,” kata Bagir Manan.
Kantor Imigrasi Jayapura menetapkan
keduanya sebagai tersangka karena mereka datang ke Indonesia dengan visa kunjungan wisata, namun mereka disebut melakukan kegiatan jurnalistik.
Proses hukum jalan terus
Kepolisian Papua menangkap Dandois dan Bourrat di Wamena, Papua, awal Agustus 2014 lalu, karena dianggap terlibat dengan aktivitas kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka.
Belakangan, Polda Papua melimpahkan kasus ini kepada Imigrasi Jayapura karena sejauh ini tidak menemukan bukti Dandois dan Bourrat terkait kegiatan separatis.
“Kita mau sidik dia (dua warga Prancis) membantu kelompok kriminal bersenjata (di Papua), masih antara sumir dan tidak. Saksi-saksi ‘kan berada di luar negeri semua,” kata Kepala Bidang Humas Polda Papua, AKBP Sulistyo Pudjo, saat dihubungi BBC Indonesia, Heyder Affan, Jumat (05/09) siang.
Meski keduanya hanya terbukti dugaan menyalahgunakan fungsi visa, yaitu melakukan kegiatan jurnalistik tanpa menggunakan visa kunjungan jurnalistik, Kepala Imigrasi Jayapura, Gardu Tampubolon, menyatakan pihaknya akan terus melanjutkan proses hukum terhadap kedua warga negara Prancis tersebut.
“Kita sudah putuskan mereka akan diteruskan (penyidikannya) sampai ke pengadilan,” kata Kepala Imigrasi Jayapura, Papua, Gardu Ditiro Tampubolon, kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, melalui telepon.
‘Tidak konsisten’
Sikap Kantor Imigrasi Jayapura yang tetap melanjutkan proses hukum terhadap dua wartawan Prancis ini dipertanyakan Aliansi Jurnalis Indendepen. AJI menyebutnya sebagai tindakan yang “tidak konsisten.”
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen, AJI, Eko Maryadi, mengatakan, ada setidaknya tiga wartawan asing yang dideportasi dari Indonesia pada 2013 lalu karena dianggap melanggar aturan keimigrasian.
“Kenapa untuk dua wartawan ini dipersulit?” tanya Eko Maryadi.
Dia menduga ada upaya-upaya Imigrasi dan kepolisian setempat untuk mengaitkan kegiatan jurnalistik dua wartawan tersebut dengan gerakan separatis di Papua.
“Apabila Polri tidak punya bukti-bukti itu, maka seharusnya segera dibebaskan. Tidak ada alasan untuk memperpanjang dan mempersulitnya dengan menjerat dengan pasal-pasal lain,” katanya.
Meminta maaf
Sementara itu, kuasa hukum kedua warga Prancis itu, Aristo Pangaribuan, mengatakan kliennya telah meminta maaf apabila tindakan reportasenya dianggap “dapat mendiskreditkan Indonesia di mata internasional.”
Kedutaan Besar Prancis, menurut Aristo, juga menjamin bahwa keduanya akan mematuhi peraturan perundang-undangan di Indonesia.
“Kami juga memohon agar Thomas dan Valentine tidak diberikan sanksi pidana karena sanksi pidana dapat diterapkan apabila sanksi-sanksi lain tidak berdaya. Maka kami mohon agar sanksi pidana dalam hal ini dikesampingkan,” kata Aristo Pangaribuan.
Dua warga Prancis ini diketahui sebagai jurnalis yang bekerja untuk stasiun televisi Arte di Prancis.
Kelompok pembela wartawan, Reporters Without Borders, RWP, mengatakan, Thomas Dandois sebagai wartawan yang memiliki “integritas dan kejujuran”.
Dia juga pernah ditahan di Nigeria pada 2007 karena meliput aktivitas kelompok separatis Tuareg.
Dandois dikenal pula sebagai wartawan yang pernah meliput di wilayah konflik seperti Somalia, Myanmar, Kosovo, Darfur, dan Jalur Gaza.